Setiap manusia tentu mendambakan kehidupan yang bahagia, tenang, dan penuh makna. Namun, kebahagiaan sejati tidak hanya diukur dari harta atau kedudukan, melainkan dari adanya keberkahan dalam hidup. Keberkahan adalah kondisi di mana segala sesuatu yang dimiliki, meski sedikit, terasa cukup, bermanfaat, dan mendatangkan ketenteraman. Berkah dalam arti sederhana mengandung tambahnya kebaikan dalam segala sesuatu. Oleh karena itu, memahami makna keberkahan sangat penting agar manusia tidak terjebak dalam mengejar kuantitas, tetapi juga kualitas hidup yang diridai Allah Swt.
Dalam Al-Qur’an, keberkahan disebut dalam berbagai ayat sebagai karunia Allah yang membawa kebaikan berlipat. Salah satunya terdapat di dalam QS. al-A’raf ayat 96 bahwa Allah berfirman:
“Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi….” QS. al-A’raf [7]: 96.
Mengutip dari Tafsir Ibnu Katsir, ayat di atas menunjukkan adanya prasyarat bagi komunitas umat manusia yang mendambakan keberkahan dalam hidup mereka. Selain keimanan yang harus dipenuhi umat, harus dilengkapi dengan praktik ketakwaan dengan senantiasa melaksanakan ketaatan kepada Allah Swt. beriringan dengan meninggalkan maksiat dan hal-hal yang diharamkan. Bila itu semua sudah terpenuhi, sudah tentu Allah tidak akan ingkar dengan janji yang tercantum dalam ayat tersebut. Sayangnya, banyak yang tidak sanggup menjalankannya sehingga yang terjadi adalah kondisi yang jauh dari keberkahan itu sendiri.
Terkait keberkahan tersebut juga dikuatkan dalam hadis Rasulullah Saw. bahwa: “Kekayaan itu bukanlah dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan adalah kekayaan jiwa.” HR. Bukhari Muslim.
Hadis di atas mengandung pemahaman bahwa, harta yang diberkahi bukanlah yang banyak jumlahnya, tetapi yang mendatangkan ketenangan jiwa. Hal ini menegaskan bahwa berkah bukan semata tentang materi, melainkan nilai kebaikan dan manfaat yang terkandung di dalamnya.
Keberkahan dapat hadir dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam keluarga misalnya, keberkahan terlihat dari terjalinnya kasih sayang dan ketenteraman di antara sesama anggota keluarga. Dalam rezeki, keberkahan tercermin pada harta yang halal, cukup, dan memberi manfaat. Keberkahan juga hadir dalam ilmu yang bermanfaat yaitu ketika pengetahuan diamalkan dan memberi pencerahan bagi orang lain. Bahkan dalam waktu, keberkahan dapat terlihat dari kemampuan seseorang memanfaatkannya secara efektif untuk kebaikan. Dalam kata lain, hal demikian dapat disebut bahwa keberkahan menyentuh seluruh sisi kehidupan manusia, baik dalam aspek kehidupan dunia maupun aspek kehidupan akhirat.
Ada beberapa tanda bahwa seseorang memperoleh keberkahan dalam hidupnya. Pertama, hatinya selalu merasa cukup meski tidak berlimpah harta. Kedua, waktunya bermanfaat dan produktif dalam amal shalih. Ketiga, rezekinya halal serta membawa manfaat bagi keluarga dan orang lain. Keempat, ilmunya bermanfaat semakin menuntun pada kebaikan dan menjauhkannya dari kesesatan. Kelima, kehidupannya memberi dampak positif bagi lingkungan sekitar. Semua itu dapat dikategorikan sebagai indikasi bahwa seseorang dapat meraih keberkahan dalam banyak aspek hidupnya.
Banyak ulama mengingatkan agar umat Islam tidak sekadar mengejar keberlimpahan, tetapi lebih mengutamakan keberkahan. Salah satunya, Imam Syafi’i pernah menasihatkan bahwa, “Banyak sedikitnya rezeki bukanlah ukuran, yang terpenting adalah keberkahan yang Allah Swt. titipkan di dalamnya.” Boleh dipahami dengan pandangan bahwa keberlimpahan tanpa keberkahan hanya akan melahirkan kesia-siaan, sedangkan sedikit rezeki yang penuh berkah justru mendatangkan ketenteraman dan kebaikan abadi. Oleh karena itu, setiap muslim hendaknya berusaha menjemput keberkahan dengan keteguhan imannya, menguatkan iman dengan implementasi takwa, dan melanggengkannya dengan memperbanyak amal shalihnya.
Penulis: Abdul Fatah, S.Ud., M.Ag.
